
Pantun yang tepat buat SBY...TUJUH KALI TUJUH SAMA DENGAN EMPAT SEMBILAN, SETUJU GAK SETUJU YANG PENTING PENCITRAAN Setiap Presiden Republik Indonesia memiliki ciri khas gaya kepemimpinannya. Soekarno terkenal dengan orasinya sehingga di juluki Singa Podium serta sang Poligamer he..(istrinya banyak getoh..). Sementara Soeharto terkenal akan Kediktatorannya serta Penabung Uang Rakyatnya sendiri. Kalau BJ Habibie seorang pemimpin yang Dermawan, saking dermawannya ia memberikan Pulau Timor2 untuk dijadikan Negara kepada kepanjangan tangan Australia yang bernama Timor Leste. Nah Kalo Abuddurahman Wahid alias GusDur agak nyentrik, Gaya Kepemimpinan yang K39 (Kocak, Kritis, kontroversial) namun tetap Bersahaja, Beliau ngurus negara gak diambil pusing, diambila Santai aja, Gitu Aja kok Repot....Klo Megawati agak kurang nyali dalammengambil kebijakaan,,maklum aja namanya juga Ibu Rumah Tangga yang merangkap jadi Kepala Negara, Kalo Anggaran Belanja Negara Kurang yinggal Jual Aja Aset Negara Seperti INDOSAT... Sedangkan yang kita akan dibicarakan dalam obrolan kali ini adalah gaya kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono, Kalo menurut saya Pribadi gaya Kepemimpinannya selain Melankolis serta Beliau juga namapak ALAY atau ANAK LEBAY...untuk itu kita simak secara singka perjalanan kepemimpinan beliau dari hari ke hari.Sejumlah aktivis dari beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengkampanyekan gerakan "Cukup Sudah Pemimpin Citra". Gerakan akan terus dikampanyekan dalam rangka 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono. Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Ray Rangkuti mengatakan, gerakan ini ingin mengingatkan masyarakat akan kinerja pemerintah yang selama ini dinilai lebih mementingkan pencitraan dibandingkan berorientasi pada persoalan rakyat. "Kepemimpinan baik itu di eksekutif dan legislatif selama ini lebih banyak menampilkan citra daripada menampilkan sosok seorang pemimpin. Oleh karena itu, kami mengajak masyarakat untuk "Stop Pemimpin Citra" dan jangan berharap terlalu banyak," kata Ray, dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/8/2010). "Kami juga ingin mengajak masyarakat yang punya masalah untuk mari kita selesaikan masalah kita sendiri karena pemerintah sudah abai terhadap persoalan rakyat," kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) ini. Ia mencontohkan, persoalan ledakan tabung gas elpiji yang sudah meneror masyarakat tak mendapat respon yang serius dari pemerintah. "Kalau akhirnya berkurang, itu karena masyarakat yang berhati-hati dan saling bahu membahu. Bukan karena tindakan dari pemerintah," katanya. Ray membantah bahwa gerakan ini merupakan pembangkangan terhadap pemerintah saat ini. "Tidak, bukan pembangkangan terhadap pemimpin nasional. Kami mengakui pemerintahan saat ini. Tetapi, kami mengingatkan masyarakat, kalau berharap pada pemimpin citra, penderitaan kita akan terus berlanjut," jelasnya. Pengamat Komunikasi Politik UI yang juga aktif di KOMPAK, Effendi Gazali, menambahkan, dalam rangkaiannya, gerakan ini juga akan melakukan safari "Mencari Pemimpin Sejati". "Pemerintah selama ini absen kalau ada berbagai peristiwa pada rakyatnya. Dalam safari ini, kami akan meminta masyarakat untuk membuat neraca positif dan negatifnya pemerintahan saat ini, agar menjadi bahan introspeksi," ujar Effendi. Gerakan ini akan dikampanyekan sejak saat ini, hingga 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono pada 20 Oktober 2010 mendatang. Akhir pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyampaikan bahwa dirinya kembali mendapat ancaman dari kelompok teroris. Pernyataan itu disampaikan Presiden saat melakukan kunjungan kerja ke Jawa Barat. Tak lama berselang, pihak kepolisian mengungkapkan berhasil menumpas markas teroris di Subang, Jawa Barat. Presiden hanya berbicara teror untuk dirinya. Menempatkan dirinya sebagai korban. Bagaimana dengan rakyat? Pernyataan mengenai ancaman terhadap dirinya sudah sekian kali dilontarkan Presiden. Tak sedikit yang menganggapnya sebagai "curhat" sang Presiden. Pengamat Komunikasi Politik, Effendi Gazali, menilai, apa yang dilakukan Presiden merupakan bagian dari pencitraan. Rangkaian peristiwa "kebetulan" menyusul pernyataan Presiden menjadi indikasinya. "Memang agak jarang ya di dunia ini, Presiden curhat mengenai dirinya kepada rakyat. Tapi kalau sudah sifat dasarnya ya sudahlah, kita terima saja," kata Effendi, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/8/2010). Ia melanjutkan, "Dalam komunikasi politik, kita melihatnya, setelah Presiden bicara, ada teroris yang ditangkap. Sayangnya, Presiden hanya berbicara teror untuk dirinya. Menempatkan dirinya sebagai korban. Bagaimana dengan rakyat?" kata Effendi. Ia mengungkapkan, Presiden seharusnya juga memberikan perhatian dan solusi terhadap teror yang dihadapi masyarakat. Ancaman ledakan tabung gas elpiji 3 kg yang tak aman, menurutnya, sebuah ancaman yang tak kalah serius dengan ancaman terorisme. Tuh kan saya bilang juga apa..Lebayy....
0 comments
Posting Komentar